SURABAYA – Ketika remaja sebayanya sibuk bermain, seorang bocah dari Magetan memilih jalannya sendiri. Tahun 1973, di sebuah lapangan sederhana di belakang Kantor Gubernur Jawa Timur, Bambang Wiyono muda memulai langkahnya sebagai Penggalang Ramu.
Siapa sangka, perjalanan yang dimulai dari lapangan Bea Cukai itu akan menjelma menjadi pengabdian lebih dari setengah abad dalam Gerakan Pramuka.

Waka Binawasa saat bersama
Kak Armuji, Ka Kwarcab Surabaya.
(Foto: Humas)
Pria tegap berusia 64 tahun tersebut, Drs. Bambang Wiyono, M.Si, yang lahir pada 24 Januari 1961, kini menjabat sebagai Wakil Ketua Pembinaan Orang Dewasa (Waka Binawasa) Kwartir Cabang Kota Surabaya. Namun, di balik jabatannya, ia menyimpan cerita panjang yang sarat pengalaman, dedikasi, dan perjuangan.
Motivasinya sederhana namun mendalam: “Untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, orang lain, bangsa, dan negara, serta memberi teladan bahwa menjadi anggota Pramuka adalah kehormatan,” tuturnya.
Sejak menjadi Penegak di SPGN I Surabaya hingga bergabung di Gugus Depan 169/170 Yayasan SMP Mardi Putra, Bambang terus mengasah dirinya. Tahun 1978 menjadi tonggak penting: ia mengikuti Perkemahan Wirakarya Asia Pasific di Lebak Harjo Malang dan Raimuna Nasional III di Karang Kates. Dari situ, langkahnya kian mantap.
Ia pernah menjadi Kapusdiklatcab selama 15 tahun, merancang berbagai kursus pembina dan pelatihan untuk ribuan orang dewasa, serta membawa peserta didik Surabaya ke panggung nasional, termasuk Jambore Nasional 2006 di Jatinangor dan 2011 di Teluk Gelam, Sumatera Selatan.

Bukan hanya di Pramuka, Bambang juga mengabdikan diri di masyarakat: dua periode menjadi Ketua RT, pengurus RW, aktif di yayasan pendidikan masjid, hingga giat dalam siskamling dan kerja bakti. Prinsip hidupnya tegas: “Jadilah manusia yang berguna, mumpung kita masih sehat dan bisa berbuat.”
Atas dedikasi panjangnya, sederet penghargaan ia raih: Lencana Darma Bakti, Lencana Melati, hingga Satyalancana Karya Satya X, XX, dan XXX dari Presiden RI. Semua itu, baginya, bukan untuk kebanggaan pribadi semata, melainkan bukti nyata pengabdian tanpa henti.
Kini, di usia yang matang, Bambang Wiyono terus berjuang agar Pramuka menjadi lebih relevan di era modern. “Kegiatan harus menarik, menantang, tidak monoton.

Generasi muda perlu ruang, pengalaman, dan kegiatan produktif agar terhindar dari bahaya narkoba,” ujarnya. Ia juga mendorong kaum muda untuk aktif di Saka, memanfaatkan 16 bidang yang ada sebagai wadah bakat dan potensi diri.
Harapannya jelas, Gerakan Pramuka semakin kuat dengan dukungan regulasi dan anggaran yang memadai, dan menjadi benteng moral bangsa.
“Disiplin, jujur, saling menolong, dan menghormati sesama. Itulah yang saya pegang sampai hari ini,” pesannya menutup kisahnya. Sebuah kisah yang lahir dari lapangan sederhana, tetapi menginspirasi seluruh Indonesia. (AncuMas)